Santosa penulis opini Pak Capres, Indonesia Mau Dibawa Kemana? |
PEMBICARAAN – Pemilihan umum calon presiden
Indonesia yang bakal digelar pada 9 Juli nanti begitu menghangat untuk saat
ini. Seluruh lapisan masyarakat mulai menampakkan diri, menunjukkan
ketertarikannya dengan Jokowi dan Prabowo. Dua capres ini menjadi tokoh paling
terpopuler di Indonesia, mengalahkan artis-artis kota besar yang biasanya
menghiasi layar kaca.
Sosok Jokowi yang biasanya blusukan ke sana-sini menarik hati rakyat kecil yang butuh perhatian dari para pejabat, seolah memberikan segelas air penawar dahaga bagi para musafir yang sedang mengarungi padang pasir. Di lain pihak sosok Prabowo dikenal sebagai orang yang tegas, dan lugas yang ingin membangkitkan Indonesia kembali sebagai Macan Asia. Seolah Prabowo adalah sesosok penawar rindu akan kejayaan bangsa Indonesia di masa silam.
Suara-suara kecil dari rakyat mempertanyakan; mau dibawa kemanakah Indonesia yang telah berusia hampir 69 tahun ini? Hati rakyat yang selalu tersakiti dengan para koruptor yang tidak henti-hentinya mencuri uang yang sedianya untuk membangun Indonesia, harus terbuang sia-sia ke sarang tikus Senayan. Seolah memiliki semangat kepercayaan baru, pasca pendaftaran mereka ke Komisi Pemilihan Umum sebagai calon presiden yang berbarengan dengan peringatan hari Kebangkitan Nasional pada 20 Mei kemarin.
Menuju
Indonesia Baru
Begitu pahit, jika kita mau mengulas perjuangan para
pahlawan yang gugur di medan perang. Sedih rasanya jika penulis menceritakan
rangkaian sejarah yang telah terukir, sejak masa pembebasan Indonesia dari para
penjajah hingga mempertahankan kemerdekaan sampai saat ini. Kebangkitan
nasional kita terus-terusan dinodai oleh para penghianat negara. Mungkin, bila
hari ini adalah medan perang: tak satupun orang yang akan mencoba-coba korup
walaupun hanya satu sen rupiah. Karena pedang, bambu runcing, dan pisau, siap
mengiris lidah dan jari-jari para pencuri uang negara dan penghianat bangsa.
Rakyat butuh orang-orang super yang berani
menegakkan hukum, tanpa tebang pilih. Sosok presiden seperti ini sangat
dirindukan oleh rakyat, yang setiap hari merasakan ketidak adilan penegakan
hukum. Mulai dari perampasan hak-hak untuk hidup, beribadah, tempat tinggal,
dan berkembang. Semua kebutuhan hukum inilah yang dibutuhkan, terlebih dengan
kebutuhan akan kepastian hukum dan kesetaraan di meja hukum. Kasus-kasus
keistimewaan di dalam penegakan hukum antara rakyat biasa dengan para pejabat
negara serasa kentara. Bagaikan minyak
dan air, begitu jelas siapa yang menjadi pemilik keadilan di negeri ini.
Merenkarnasi
Maha Patih Gajah Mada
Sepertinya kita butuh ‘arwah’ Gajah Mada, sesosok
panglima perang yang pada zamannya mampu mempersatukan nusantara. Bukan hanya
wilayahnya yang luas, perekonomian rakyatnya yang makmur, dan armada maritimnya
yang kuat. Tetapi jiwa kepemimpinannya mampu memberikan sosok keteladanan bagi
rakyatnya pada zamannya. Inilah sosok-sosok yang agaknya mampu untuk
meningkatkan semangat rakyat di seluruh pelosok nusantara untuk siap
bersama-sama mengarungi samudera kehidupan, di era globalisasi yang tidak jelas
arah dan tujuannya.
Keanekaragaman Indonesia yang begitu kompleks ini
membuat kita butuh akan sesosok pemimpin yang bukan hanya tegas, lugas, dan
cerdas, tetapi juga harus plural. Yakni yang mengerti bahwa bangsa ini indah
karena perbedaan. Dari Sabang, hingga Merauke ini menyimpan 1700 pulau yang di
dalamnya terdapat ratusan bahasa, dan ratusan suku yang berbeda ini butuh sosok
yang mau untuk merangkul mereka bersama dalam satu wadah.
Arah
dan Kebijakan Masa Depan Indonesia
Masa-masa Indonesia merdeka hingga saat ini selalu
mengalami perubahan, dari sistem kepemerintahan hingga arah kebijakan negara.
Mulai dari sistem presidensil, hingga parlememter, jati diri Indonesia pada
saat itu belum terbentuk. Kali ini, dari rezim orde lama era Sukarno yang membentuk
poros Jakarta Peking hingga rezim Orde Baru yang membentuk kekuatan otoriter
ala Suharto yang menyisakan tragedi Mei 1998. Penulis mencoba merasakan
perjuangan dari para sahabat mahasiswa yang saat itu melakukan percobaan
reformasi, mendobrak birokrasi. Mendobrak demokrasi yang saat ini kita rasakan
bersama dalam pesta demokrasi.
Ada agenda besar yang bakal dihadapi oleh bangsa Indonesia, dari mulai perdagangan bebas (AFTA) tahun 2015 hingga kawasan bebas kerja Asia pada tahun 2020. Calon wakil presiden seperti Hatta Rajasa dan Jusuf Kalla inilah yang harus siap, dan cerdas merumuskan apa yang harus dilakukan bangsa ini untuk bersiap menghadapi tantangan dari efek globalisasi.
Masalah yang cukup menguras isi otak para pejabat
pemerintah dan rakyat pada saat ini adalah, bagaimana caranya agar Indonesia
terbebas dari hutang luar negeri? Setiap tahun anggaran kita terkuras sebesar
10% hanya untuk membayar hutang. Kita bagaikan manusia yang mampu berjalan,
namun kaki terantai dengan bola besi. Akibatnya kita kita bisa berlari mengejar
ketertinggalan kemajuan bangsa-bangsa di dunia.
Persoalan bagi-bagi ‘kemakmuran’ Sumber daya Alam yang kian habis di Indonesia juga ikut dipertanyakan oleh masyarakat. Selama ini kita terlalu terbuka, atau malah sengaja dibuka untuk para kapitalis dan melupakan rakyat sendiri sebagai pemilik dari kedaulatan negara. Ironis memang, tetapi kesalahan-kesalahan dari kebijakan pada masa lampau sudah saatnya ditinggalkan. Maka rakyatlah yang harus turun tangan untuk bergerak menyuarakan aspirasinya, demi mengingatkan pemerintah yang salah arah. Itulah mengapa negera ini cukup ideal untuk menerapkan sistem demokrasi terpimpin.
Entah Jokowi atau Prabowo yang akan memimpin negeri
ini, entah Hatta Rajasa atau Jusuf Kalla yang akan menjadi wakilnya. Rakyat
menunggu visi dan misi kalian, untuk membebaskan bangsa ini dari dikotomi suku,
agama, ras, atau pun golongan. Karena rakyat menginginkan sebuah perubahan,
menuju Indonesia Baru yang lebih baik dan maju.
No comments:
Post a Comment
Gunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.